Tubuhnya tidak terlalu
tinggi, sedikit terbungkuk dengan sorot mata yang penuh dengan ketenangan. Senyumnya
pun menandakan persahabatan. Guratan wajahnya menyiratkan segudang harapan yang
tak tentu kapan bisa digapainya. Begitu rapuh fisiknya, tapi jiwa dan
semangatnya bak gunung yang siap menantang siapa saja yang menghadang. Peluh
itu pun menetes seiring hembusan nafas yang tersengal…
Tidak ada celotehan
yang keluar dari bocah laki-laki 14 tahunan, putra dari perempuan tadi. Hanya
langkah ketaatan yang selalu menyertainya. Tiap saat dia mendampingi Ibunya
untuk sekedar mencari kayu bakar atau sisa-sisa bagian dari pepohonan untuk
kebutuhan api dapurnya. Jangankan mendambakan segala kenikmatan dunia
selayaknya rekan sejawatnya, untuk urusan perut saja dia harus tunggang
langgang menyisihkan waktu untuk memenuhinya, dan menepis jauh-jauh segala
keinginan yang setiap malam senantiasa mengganggu tidurnya. Anak itu pun juga
belum tahu, di manakah cita-citanya sekarang berada dan kapan kelak dia bisa
bersua dengannya…
Oohhh…, di manakah
hak-hak kami?
Bukankah kami berada
dalam janjimu hai para pembesar?
Wahai penunggang
kekuasaan, dimanakah engkau simpan anggaran…
Wahai pemenang pemilu,
jangan taruhkan nama kami untuk menyorongkan dadamu…
Wahai pemegang
kebijakan, jangan suguhkan kami berbagai kebohongan dan kedukaan…
Wahai yang suka
dielu-elu, ingatlah… kehormatanmu sesungguhnya ada dalam genggamanku…
"Salam dari kami, jelmaan para malaikat suci yang
selalu memperhatikanmu… !!!", bisik perempuan itu...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar