Negara
Indonesia adalah Negara sedang berkembang yang sampai saat ini masih
tetap berusaha untuk selalu mencapai pembangunan nasional secara
berkelanjutan. Dalam kaitannya pencapaian pembangunan nasional yang
berkelanjutan tersebut maka langkah kongkrit yang harus dilakukan dahulu
adalah dengan pencapaian tujuan pembangunan nasional itu sendiri, salah
satunya yaitu dengan penanggulangan kemiskinan.
Wakil
Presiden Bank Dunia, J. Kassum, untuk kawasan Asia Timur dan Pasifik
telah mengumumkan bahwa (pada tahun 2001) lebih kurang tiga per lima
(60%) penduduk Indonesia saat ini hidup di bawah garis kemiskinan,
sementara 10-20% hidup dalam kemiskinan absolut (extreme poverty).
Masih berkaitan dengan hal tersebut bahwa Negara Indonesia dengan
tingkat penduduk terbanyak ke empat di dunia, komposisi terakhir adalah
40% penduduk berusia di bawah 40 tahun, lebih kurang 32% tinggal di kota
(68% tinggal di desa), lebih dari 50% adalah penduduk perempuan, dengan
rata-rata pertumbuhan penduduk keseluruhan 1,97% per tahun.
Perempuan
adalah bagian dari anggota rumah tangga yang mempunyai kemampuan untuk
berpartisipasi dalam lingkup produktif (public), meskipun ada anggapan
dari masyarakat bahwa bahwa perempuan itu irrasional atau emosional yang
mengakibatkan perempuan tidak bisa tampil memimpin sehingga berakibat
munculnya sikap yang menempatkan perempuan pada posisi yang tidak
penting. Namun pada kenyataannya mereka tidak selalu menggantungkan
segala sesuatunya dari suami atau kaum laki-laki. Mereka mampu untuk
terjun dan menekuni rutinitas pekerjaan lingkup public selayaknya kaum
laki-laki, dengan memperoleh upah sebagai jerih payah dalam bekerja.
Sejarah
menunjukkan bahwa perempuan dan kerja public sebenarnya bukan hal baru
bagi perempuan Indonesia terutama mereka yang berada pada strata
menengah ke bawah. Di pedesaan, perempuan pada strata ini mendominasi
sector pertanian, sementara di perkotaan sector industri tertentu
didominasi oleh perempuan. Di luar konteks desa-kota, sector perdagangan
juga banyak melibatkan perempuan. Data sensus penduduk tahun 1990
menunjukkan bahwa sector pertanian adalah sector yang terbesar dalam
menyerap tenaga kerja (peranan) perempuan yaitu 49,2%; diikuti oleh
sector perdagangan 20,6%; dan sector industri manufaktur 14,2% (dikutip
dari Swara Rahima, 2005). Seperti kita amati bersama dan tidak pula
dapat dipungkiri bahwa tidak menutup kemungkinan (bahkan begitu nyata),
pada tahun-tahun sekarang ini perempuan pada nilai/ tingkat persentase
yang begitu tinggi tetap pada kondisinya dalam menempati level peranan
dalam berbagai bidang tersebut.
Menanggapi
realitas di atas maka pemberdayaan terhadap perempuan adalah keputusan
maupun solusi yang sangat penting dan tepat untuk diwujudkan. Salah satu
bentuk pemberdayaan yang dilakukan yaitu pencanangan kegiatan
agribisnis. Alasan pengalokasian pemberdayaan perempuan dalam kegiatan
agribisnis, karena agribisnis merupakan wawasan yang berpotensi besar
dalam strategi pencapaian pembangunan pertanian yang berkelanjutan, dan
kaum perempuan sebagai penduduk mayoritas di negara ini merupakan
penentu dari keberhasilan pencapaian pembangunan pertanian tersebut.
KORELASI POSITIF ANTARA PEREMPUAN DENGAN BISNIS PANGAN
Ibu
rumah tangga merupakan manajer yang handal dalam penerapan kehidupan di
masyarakat. Manajemen alamiah mereka dalam rumah tangga muncul seiring
berjalannya waktu, dengan pengalaman yang tidak perlu diragukan lagi.
Disadari atau tidak, sebelumnya mereka secara langsung mampu dan telah
terbiasa dalam penerapan aktivitas yang sekarang ini gencar
disosialisasikan oleh pemerintah yang disebut sebagai diversifikasi
pangan.
Kaitan
antara diversifikasi pangan dengan bisnis pangan; diakui atau tidak,
perempuan/ ibu rumah tangga (dalam hal ini di daerah pedesaan) adalah
sosok figure yang perlu diperhatikan dan diteladani. Hal itu karena
mereka telah mampu mengetahui; mengenal; bahkan sudah seringkali
melakukan aktivitas usaha yang mampu mengangkat martabat perempuan
melalui proses pemberdayaan social ekonomi. Wujud proses tersebut yang
dinamakan sebagai proses pengolahan hasil pertanian spesifikasi potensi
wilayah yaitu ketela pohon/ ubi kayu/ singkong (pohong - Jw.).
Singkatnya, aktivitas usaha yang dimaksud adalah perlakuan pasca panen
ubi kayu untuk diolah menjadi makanan yang dinamakan tiwul. Menggunakan
teknologi sederhana tepat guna dengan diimbangi tingkat sumberdaya
manusia yang sarat dengan keterampilan dan pengalaman, maka tiwul
tersebut dikemas menjadi makanan siap saji (instan). Oleh karenanya
disebut sebagai tiwul instan.
POTENSI DAN FAKTOR PENUNJANG USAHA TIWUL INSTAN
Potensi Usaha Tiwul Instan
- Masyarakat
di daerah setempat sebagian besar masih gemar mengkonsumsi tiwul dalam kesehariannya, namun demikian ternyata sampai dengan detik ini tiwul
ternyata telah booming menjadi makanan pokok selingan orang-orang di daerah perkotaan
- Adanya canangan penerapan diversifikasi pangan dari program pemerintah dalam Perpres No. 22 tahun 2009 tentang Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) sesuai sumberdaya lokal
- Banyaknya tersedia bahan baku tiwul berupa ketela pohon yang melimpah di daerah pedesaan
- Banyaknya tersedia bahan baku tiwul berupa ketela pohon yang melimpah di daerah pedesaan
Faktor Penunjang Usaha Tiwul Instan
Faktor Teknis
Faktor Teknis
- Keterampilan
dalam mengolah (memproses) bahan baku berupa ketela pohon menjadi tiwul
instan telah dimiliki oleh perempuan/ ibu rumah tangga
- Bahan baku dalam pembuatan tiwul instan melimpah
- Usaha
industri tiwul instan mampu menunjang aktivitas positif di sekitarnya,
baik yang menyangkut aspek social maupun ekonomi masyarakat
Faktor Ekonomi
- Pola usaha industri tiwul instan terjadi secara terus menerus (berkesinambungan) tanpa tergantung pada musim
- Sudah
ada pasar tetap dalam penjualan produk tersebut, dalam hal ini misalnya
melalui warung, toko, dan lain-lain, baik local maupun cakupan
pemasaran yang lebih luas
- Keuntungan
usaha yang diperoleh mampu sebagai pemupukan modal untuk usaha
berikutnya maupun dalam menunjang perekonomian rumah tangga
masing-masing perempuan/ ibu rumah tangga
Faktor Sosial
- Usaha industri rumah tangga tiwul instan tidak bertentangan dengan norma masyarakat setempat
- Usaha
industri rumah tangga tiwul instan mampu meningkatkan peran serta
anggota rumah tangga perempuan/ ibu rumah tangga maupun masyarakat dalam
hal pengetahuan, sikap serta keterampilannya
- Usaha
industri rumah tangga tiwul instan diprediksi positif mampu memberikan
lapangan kerja bagi masyarakat setempat pada masa yang akan datang,
sehingga pengangguran diharapkan akan semakin berkurang
ANALISIS USAHA
Biaya Pengeluaran
a. Biaya Penyusutan Alat Pembuatan Tiwul Instan
Nama Barang
|
Jumlah
(buah)
|
Harga
(Rp)
|
Lama Pemakaian (tahun)
|
Biaya Penyusutan
(Rp)
|
Sealer plastic (ukuran 20cm)
|
1
|
130.000,-
|
2.00
|
5.450,-
|
Pisau pemotong (slicer)
|
1
|
50.000,-
|
2.00
|
2.100,-
|
Telenan besar
|
1
|
10.000,-
|
1.00
|
850,-
|
Glangsi
|
10
|
20.000,-
|
0.25
|
6.700,-
|
Baskom besar
|
3
|
108.000,-
|
1.00
|
9.000,-
|
Alat penepung/ penggiling
|
1
|
8.000.000,-
|
5.00
|
134.000,-
|
Tampah
|
5
|
90.000,-
|
1.00
|
7.500,-
|
Gayung plastic
|
1
|
5.000,-
|
1.00
|
450,-
|
Ember plastic/ timba
|
1
|
10.000,-
|
1.00
|
850,-
|
Dandang besar
|
1
|
150.000,-
|
1.00
|
12.500,-
|
Irus kayu
|
1
|
5.000,-
|
1.00
|
450,-
|
Total penyusutan alat
|
179.850,-
|
b. Biaya Proses Produksi
Untuk produksi selama satu bulan dengan asumsi
setiap hari berproduksi sebanyak 13 kg gaplek. Dari jumlah bahan
tersebut akan dihasilkan tiwul instan 10 kg. untuk satu bulan, kebutuhan
bahan pembuatan tiwul instan hanya membutuhkan gaplek saja dengan
kalkulasi harga 390 kg gaplek (@ Rp. 2.700,-), sehingga biaya yang
dibutuhkan adalah Rp. 1.053.000,-
c. Biaya Lain-lain
1.
|
Kayu bakar 20 tali (@ Rp. 20.000,-)
|
Rp.
|
400.000,-
|
2.
|
Lain-lain (plastik, kertas packing, biaya pemasaran)
|
Rp.
|
200.000,-
|
Total biaya lain-lain
|
Rp.
|
600.000,-
|
Total Biaya Produksi sebagai berikut :
Rp. 179.850,- + Rp. 1.053.000,- + Rp. 600.000,- = Rp. 1.832.850,-
Penetapan Harga Jual
Harga
jual tiwul instan sementara ini masih sama nilai jualnya dengan harga
yang sudah ada/ sudah pernah dilakukan, tanpa memperhatikan harga jual
yang telah beredar di pasaran maupun segmen konsumen yang dibidik. Dalam
hal ini harga jualnya adalah Rp. 6.500/ kg.
Pendapatan dan Keuntungan
Tiwul
instan yang dihasilkan/ hari adalah 10 kg, sehingga total dalam satu
bulan dihasilkan 300 kg. Total pendapatan/ bulan 300 kg x Rp. 6.500,- =
Rp. 1.950.000,-. Keuntungan atau laba yang diperoleh/ bulan adalah Rp.
1.950.000,- - Rp. 1.832.850,- = Rp. 117.150,-. Jika dihitung/ hari maka keuntungannya adalah Rp. 3.905,-.
Bilamana
dalam satu bulan mampu menghasilkan tiwul instan sebanyak 1.000 kg (1
ton), maka kalkulasinya sebagai berikut : Total pendapatan/ bulan 1000
kg x Rp. 6.500,- = Rp. 6.500.000,-. Keuntungan yang diperoleh/ bulan
adalah Rp. 6.500.000,- - [(biaya penyusutan; Rp. 179.850,-) + (biaya proses produksi Rp. 3.510.000,-) + (biaya lain-lain; Rp. 2.000.000,-)] = Rp. 810.150,-. Jika dihitung/ hari maka keuntungannya adalah Rp. 27.000,-.
KANDUNGAN GIZI TIWUL
SEBAGIAN masyarakat
masih memandang sebelah mata terhadap tiwul. Makanan tradisional yang
terbuat dari singkong itu dianggap bukan sebagai makanan bergengsi.
Bahkan masih ada yang merasa malu untuk makan makanan itu. Mereka
menganggap tiwul adalah makanan orang pinggiran dan tak bergizi.
Anggapan
bernada miring tersebut kini semakin berkurang, setelah terbukti bahwa
tiwul pun memiliki aneka kandungan gizi. Antara lain karbohidrat 71,8
persen; gula 13,7 persen; protein 2,4 persen; lemak 0,49 persen serta
kadar air 8,7 persen, sehingga tiwul pun bisa menjadi makanan pengganti
atau selingan makanan utama (sumber : Copyright© 1996-2004 SUARA MERDEKA, edisi Jum’at 16 Juni 2006)
Tiwul
yang semula dianggap sebagai jenis makanan desa, kini mudah dijumpai di
pusat-pusat perbelanjaan di kota besar di Jawa. Bahkan dijual dengan
kemasan cukup menarik. Makanan tradisional itu pun telah disandingkan
bersama dengan makanan lain di mal dan toko-toko makanan khas.
DIAGRAM ALUR PROSES PENGOLAHAN TIWUL INSTAN
TIWUL INSTAN, SALAH SATU PRODUK AGRIBISNIS DS. DEMUK KEC. PUCANGLABAN
PENUTUP
Melalui makalah ini maka dapat kami ambil beberapa intisari tulisan, yaitu :
- Sesuai
dengan potensi daerah pedesaan, maka usaha industri tiwul instan
merupakan aktivitas ekonomi yang menguntungkan karena mampu memberikan
kontribusi pendapatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan untuk peningkatan
kesejahteraan masyarakat tani
- Dengan
adanya peranan positif yang nyata dari masyarakat tani beserta
keluarganya dalam pelaksanaan usaha industri tiwul instan maka hal
tersebut mampu meningkatkan kualitas sumberdaya manusia berupa
pengetahuan, sikap, maupun keterampilan, yang tentunya hal tersebut juga
berkaitan dengan pengurangan pengangguran di masyarakat
- Usaha
agribisnis (pengolahan bahan baku pertanian) merupakan usaha ekonomi
kerakyatan di lingkup pedesaan, minimal sebagai upaya pembangunan
perekonomian di tingkat rumah tangga desa
DOKUMENTASI
PPL Ds. Demuk bersama Ibu Siti Muniroh (pengelola usaha tiwul instan) sedang mengamati anggotanya mbuyengi tepung gaplek menjadi butiran tiwul instan
Bapak Kyai Ma'mun Abdulloh (membawa microphone, sarung biru), Ulama sekaligus panutan desa, bersama para jama'ah menyambut Ibu Bupati Kabupaten Kampar Provinsi Riau
Ibu Bupati Kabupaten Kampar Provinsi Riau bersama rombongan menuju lokasi kegiatan dalam rangka studi banding pengolahan pasca panen tanaman pangan berbasis agribisnis
Seorang ibu dan nenek-nenek disertai penganan produk lokal selalu sabar menanti untuk menyambut Ibu Bupati beserta rombongan
Dari kanan ke kiri : Bapak Kepala Desa Demuk, Kepala Koramil Kec. Pucanglaban, Kepala Polsek Kec. Pucanglaban, Kepala Kecamatan Pucanglaban, mantan Kepala BKPP Kabupaten Tulungagung
Seluruh peserta kegiatan begitu khidmat mengikuti prosesi acara
Ibu Bupati Kabupaten Kampar mencoba praktek mbuyengi tepung gaplek tetap semangat ya bu...
Hmmmhm... nikmatnya makan tiwul dengan sayur pedas ikan tongkol. Dari kiri ke kanan : Ibu Atiyah (istri Wabup Kab. Tulungagung), Ibu Bupati Kab. Kampar, Ibu Siti Muniroh
Sreeek... srrreekk... yang rata jemur butiran tiwulnya, biar cepat kering
PPL Ds. Demuk bersama Ibu Siti Muniroh sedang berpose di depan marketing board beberapa macam olahan penganan sumberdaya lokal berbasis agribisnis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar