Negara Indonesia merupakan negara agraris yang sarat dengan pertanian, baik pertanian dalam arti sempit maupun dalam arti luas yang mencakup peternakan, perikanan, perkebunan serta kehutanan.Masyarakat tani (petani) adalah subyek utama dan pertama sebagai ujung tombak perkembangan serta kemajuan pertanian di negara yang sering disebut sebagai gemah ripah loh jinawi. Bilamana kapasitas petani tinggi maka tentu akan mendorong perkembangan serta kemajuan pertanian dalam arah yang positif/ baik, dan sebaliknya. Membicarakan mengenai masyarakat tani (petani) maka sangat bijak bila tidak melupakan sosok seorang penyuluh pertanian sebagai mitra kerja/ pendamping petani dalam melaksanakan aktivitas taninya. Berkaitan dengan kapasitas, sebelum menyinggung ke petani maka alangkah baiknya membahas dahulu mengenai kapasitas penyuluh pertanian itu sendiri karena penyuluh pertanian adalah agent of change, communicator, dan motivator bagi masyarakat tani. Maksud dari hal tersebut adalah perlu adanya peningkatan kapasitas penyuluh pertanian dulu dalam hal pendampingan terhadap petani di lapangan nantinya, karena pada kenyataannya para penyuluh belum sepenuhnya menguasai berbagai materi yang berhubungan dengan lingkup kerja mereka, termasuk mengenai penguasaan metodologi PRA dan SWOT.
Oleh
karenanya, Badan Ketahan Pangan dan Penyuluhan Kabupaten Tulungagung
menyelenggarakan pendidikan dan latihan
(diklat) mengenai dua jenis metodologi di atas pada tanggal 24 – 30 April 2012 yang bertempat di Gedung Pertemuan BKPP,
guna meningkatkan kapasitas para pegawainya. Dengan penguasaan tersebut maka tentunya akan berpengaruh besar
terhadap kualitas perencanaan kegiatan penyuluhan di wilayah binaan
masing-masing penyuluh, dan juga yang tidak kalah penting adalah dalam menyusun
rumusan Programa Penyuluhan Pertanian yang dapat dipertanggung jawabkan secara
vertical maupun horizontal di tahun-tahun yang akan datang. Hal tersebut
dikarenakan Programa Penyuluhan Pertanian merupakan referensi kongkrit dalam
menyusun Rencana Kerja Penyuluh.
Praktek lapangan merupakan perwujudan dari
pembelajaran yang telah diperoleh di dalam ruang. Dengan kata lain, peserta
tidak hanya menerima informasi yang bersifat teori namun juga merasakan
bagaimana mengimplementasikan hasil dari belajar tersebut. Melalui pembelajaran
dengan sistim learning by doing (belajar sambil praktek), maka tidak hanya
penyuluh pertanian saja yang bertambah kapasitasnya. Namun juga para petani
responden yang turut serta dalam pertemuan tersebut menjadi tertular “virus
pintar”. Oleh karenanya, pelatihan dengan metode seperti ini merupakan
pelatihan yang benar-benar efektif dan efisien dalam pelaksanaan maupun
hasilnya.
Tampak di bawah ini beberapa dokumentasi kegiatan dari para penyuluh sebagai
peserta diklat Metodologi PRA dan SWOT (Kelompok I Angkatan II) dengan petani
responden Gapoktan Tani Makmur Desa Tambakrejo Kecamatan Sumbergempol Kabupaten
Tulungagung, dengan spesifikasi materi Diagram Venn (kelembagaan) dan Transek
(peta wilayah)
Para petani responden dan beberapa penyuluh pertanian di rumah ketua gapoktan Bapak Imam Saerodin
Para petani responden dan beberapa penyuluh pertanian di rumah ketua gapoktan Bapak Imam Saerodin
Bapak Eko K., S.P. (PPL Kec. Kedungwaru) memberi penjelasan awal mengenai pentingnya persamaan cara pandang dalam mensikapi segala sesuatu
Ibu Khusniah E., S.P. (PPL Kec. Kalidawir) memberikan penjelasan mengenai materi Diagram Venn
Terlihat salah satu petani responden mencantumkan pendapatnya mengenai pengaruh suatu kelembagaan terhadap masyarakat pada alat peraga
Bapak Sandis W.P., S.P. (PPL Kec. Pucanglaban) sedang bersendau gurau bersama petani responden di tengah menyampaikan materi, dengan metode demikian maka audience merasa rileks dan tidak jenuh/ bosan
Mbah Kung (begitu beliau disebut), tengah menjadi sukarelawan dalam rangka menyatukan pemahaman bersama para audience mengenai materi Transek wilayah Desa Tambakrejo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar